sumber gambar: kasadar.com
Oleh : MHD. Zakiul Fikri
...ada artikel media berjudul ‘Prabowo Presiden, Indonesia kembali ke zaman otoriter!’ atau ‘Jokowi Presiden, jadilah kita negara boneka!’, artikel-artikel itu memiliki data dan referensi kuat yang dapat meyakinkan para pembacanya sampai-sampai memunculkan pertanyaan ‘aku harus pilih siapa? Toh keduanya sama saja!’. Situasi ini dikhawatirkan oleh para kaum pergerakan dapat mengganggu paradigama rakyat dalam menentukan pemimpin yang akan dipilihnya nanti.Situasi politik di Negara Indonesia sekarang menjadi sorotan utama, pemberitaannya datang silih berganti tiada henti. Bahkan beberapa diantara berita tersebut menjadi bahan diskusi panas tiap-tiap kelembagaan kampus di Universitas terutama bagi mereka sebagai aktivis mahasiswa. Berita yang menjadi tofik panas itu merupakan isu-isu negatif terhadap calon presiden yang sudah begitu ramai tersebar dikalangan masyarakat tanah air. Hal ini bukanlah persoalan perkembangan perpolitikan semata yang diamati setiap saat berubah, melainkan sifatnya yang provokatif sehingga mengundang stigma terhadap dua calon presiden yang akan bertarung secara demokratis pada tanggal 9 Juli mendatang.
Beberapa konfigurasi provokatif berita tersebut misal ada artikel media berjudul ‘Prabowo Presiden, Indonesia kembali ke zaman otoriter!’ atau ‘Jokowi Presiden, jadilah kita negara boneka!’, artikel-artikel itu memiliki data dan referensi kuat yang dapat meyakinkan para pembacanya sampai-sampai memunculkan pertanyaan ‘aku harus pilih siapa? Toh keduanya sama saja!’. Situasi ini dikhawatirkan oleh para kaum pergerakan dapat mengganggu paradigama rakyat dalam menentukan pemimpin yang akan dipilihnya nanti.
Berangkat dari fenomena
tersebut, menjadi suatu urgensi bagi kita semua untuk melihat kembali bagaimana
hakikat media massa sebenarnya sebagai salah satu pilar penting dalam
berlangsungnya pemilihan umum yang demokratis ini. Ada tiga peran penting
media massa yang harus kita pahami kembali dengan harapan dapat mendatangkan
paradigma baik terhadap rakyat dalam menentukan pilihannya di pemilihan umum
presiden mendatang.
Pertama, independensi
media massa. Kita tidak dapat mengpungkiri pengaruh besar paradigma masyarakat
datangnya dari media massa, namun untuk mewujudkan independensi media massa saat
ini terasa sulit. Hal itu tidak terlepas dari persoalan kepemilikan media massa
oleh individu-individu tertentu. Salah satu contoh adalah media massa televisi,
yang setiap hari menjadi sahabat favorit di rumah. Pada awalnya kepemilikan
televisi dibiayai dan dikelolah oleh negara, seiring berjalannya perkembangan
zaman mulai hadir beberapa media televisi dimana kepemilikan dan biayanya bukan
oleh negara yang sering kita kenal dengan televisi swasta. Beberapa ahli
menyebutkan bahwa kepemilikan konglomerasi media menentukan kontrol media, dan
pada akhirnya menentukan seperti apa isi media tersebut. Namun, sudah
seharusnya media massa yang status kepemilikannya adalah swasta, tetap
mengutamakan independensinya supaya dapat menjadi pengawas demokrasi yang baik.
Juga agar dapat menyuguhkan berita yang faktual tanpa diatur atau ditekan oleh
pihak manapun.
Kedua,
media massa sebagai alat propaganda. Propaganda didalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia adalah pemahaman atau pendapat yang benar atau salah yang
dikembangkan dengan tujuan meyakinkan orang agar menganut suatu aliran, sikap,
atau arah tindakan tertentu. Didalam teori komunikasi dikenal sebuah teori
propaganda, dimana media massa adalah powerfull
dan berpengaruh pada masyarakat atau publik yang menjadi konsumennya. Media
massa berupaya mengajak para konsumennya dengan cara menyajikan berita yang
secara otomatis jika dikonsumsi apalagi secara rutin akan membawa pemikiran pengonsumsi
agar sama seperti yang dikehendaki media tersebut. Oleh sebab itu, sangat diharapkan
supaya media massa dapat memberikan berita-berita positif tentang kedua calon
kepada masyarakat agar pandangan masyarakat tetap baik terhadap pemimpin yang
bakal dipilih nanti.
Ketiga,
media massa sebagai pembentuk opini
masyarakat. Kebaradaan media massa begitu dekat dengan masyarakat, bahkan fungsinya
hampir sama dengan makanan yang sudah menjadi kebutuhan pokok bagi setiap
individu. McLuhan mengatakan, setiap media komunikasi mempunyai gramatika.
Gramatika merupakan aturan kerja yang erat hubungannya dengan gabungan indera
(penglihatan, sentuhan, suara, penciuman dan lain sebagainya). Jadi, seberapa
sering masyarakat mengonsumsi media massa hingga perlahan-lahan merubah paradigma
mereka oleh media massa yang setiap waktunya mereka serap, dan akhirnya tanpa
disadari pemikirannya sudah dikendalikan oleh opini yang merupakan pembentukan
dari media massa tersebut. Maka dari itu perlunya media massa dalam menyebarkan
informasi yang sifat dan tujuannya demi kepentingan masyarakat umum sehingga
menghadirkan positif opinion terhadap
masyarakat dalam upaya pembentukan paradigma yang baik dengan harapan dapat
menghadirkan keyakinan terhadap masyarakat dalam menentukan pilihannya tanggal
9 Juli nanti.
0 comments