Pilkada Serentak, "Harusnya" Menjadi Momentum Revitalisasi Tugas dan Fungsi Pemerintah
Oleh: MHD. Zakiul Fikri
Sejarah mencatat, baik perkembangan
konsep ketatanegaraan demokrasi konstitusional (constitutional democracy) ataupun negara hukum demokrasi/nomokrasi
(democratische rechtstaat) telah mengantarkan
posisi pemerintah (eksekutif) sebagai pemangku kewajiban atas terpenuhinya
kesejahteraan bagi masyarakat umum. Pemerintah dituntut berperan aktif dalam
pergaulan sosial dan diberi tugas dan fungsi untuk menyelenggarakan kepentingan
umum atau service public. Agar
tanggungjawab menyejahterakan rakyat itu dapat tercapakai dengan baik, maka
pemerintah diberi wewenang legeling,
yakni membuat peraturan-peraturan yang menyangkut kepentingan umum.
Akantetapi, hingga saat ini tugas
pemerintah sebagai pemangku kewajiban atas terpenuhinya kesejahteraan rakyat
masih jauh panggang dari api. Menjamin sesuap nasi untuk warga masyarakat masih
berat hati bagi pemerintah. Pergaulan sosial antara pemerintah dan masyarakat
masih terasa berjarak bagai dua kutub yang kontradiktif, yaitu kutub utara dan
selatan yang niscaya tidak dapat bertemu dalam satu titik persamaan. Di sudut
perkotaan, keakraban pemerintah dengan pemilik modal semakin menjadi, sekali minum
kopi di hotel berbintang, dua hingga tiga hektar tanah warga tergusur untuk
supermarket, hotel, apartemen, dan pembangunan-pembangunan lain. Tidak jauh
berbeda, nasib masyarakat desa pun demikian mirisnya, ‘ngobrol’ sambil ‘ngopi’
pemerintah dengan pengusaha kaya menghasilkan izin atau kewenangan untuk
mengeruk sumber daya alam yang pada dasarnya mengisolasi hak-hak kesejahteraan
bagi masyarakat.
Karena itu, momentum Pilkada serentak
pada tanggal 9 Desember lalu
harusnya menjadi kesempatan
bagi masyarakat untuk mengembalikan ‘fitrah’ pemerintah sebagai pemangku tugas
pelayanan publik dalam upaya menyejahterakan masyarakat. Jangan sampai Pilkada
yang telah dilangsungkan itu
hanya dijadikan sebagai ‘festival’ dalam rangka menghibur rakyat yang selama
ini menderita atas ketidak adilan pemerintah dalam menjalankan tugas utamanya.
Momentum revitalisasi tugas dan fungsi pemerintah pada saat Pilkada serentak
ini sangat memungkinkan. Hal ini mengingat data dari Komisi Pemilihan Umum
(KPU) mengatakan bahwa sekitar 261 daerah dengan rincian 9 provinsi, 219
kabupaten, dan 33 kota akan melangsungkan transisi birokrasi pada tanggal 9
Desember nanti. Artinya, peluang untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat bagi
seperempat provinsi di Indonesia besar kemungkinan dapat dilakukan.
Perlu penulis paparkan bahwa
agar proses
berlangsungnya Pilkada tidak mengakibatkan bahagia
sementara sengsara lima tahun lamanya, maka masyarakat dituntut untuk cerdas
dalam memilih dan istiqamah dengan
pilihan hati nurani sendiri.
Cerdas memilih, maksudnya adalah pemilih
diharuskan mengetahui dengan baik profil calon yang bakal dipilih, ‘siapa dia?
Apa pekerjaan sebelumnya? Bagaimana etos kerjanya? Siapa keluarganya?’
pertanyaan ini sekiranya bukanlah suatu yang berlebihan. Bahkan sudah
seharusnya terpetik dibenak para pemilih untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
tersebut. Dengan demikian pemilih akan mengetahui integritas dari calon yang
bakal dipilih, tahu akan jiwa profesionalismenya, dan tahu apakah ada
unsur-unsur monarki berbau nepotisme mengiringi
calon yang akan dipilih tersebut.
Istiqamah,
maksudnya yaitu memilih dengan keteguhan hati nurani yang bebas tanpa
interpensi. Independensi pemilih sangat menentukan nasib birokrasi bersih,
bersahaja, dan pro-rakyat di masa yang akan datang. Selama ini, birokrasi
bersih, bersahaja, dan pro-rakyat hanya terbuai di alam mimpi dikarenakan
kejujuran dan ketulusan pemilih bukan lahir dari hati nurani, tapi lahir demi
sesuap nasi. Sembako gratis, uang selembar bergambar soekarno-hatta, dan
hiburan dangdut diiringi tarian erotis dari para artis meluluh lantahkan
independensi pemilih selama ini. Padahal, nikmat itu hanya sementara,
prosedural semata, dan bahkan hanya akal-akalan dari calon penguasa. Oleh
karenanya, mulai hari ini kepada pemilih diingatkan ‘jabatlah tangannya,
kembalikan barang dan uangnya, dan jangan pilih orangnya’, karena pilihan anda
menentukan nasib anda dan keluarga.
Jadi, akhirnya penulis ingin me-refresh kembali bahwa dalam konsep
ketatanegaraan modern ini pemerintah dituntut untuk menjalankan tugasnya
sebagai penanggungjawab dalam upaya memberikan kesejahteraan bagi masyarakat.
Namun, tugas pemerintah sebagaimana tuntutan perkembangan konsep ketatanegaraan
modern tersebut masih jauh panggang dari api. Oleh karena itu, momentum Pilkada
serentak tanggal 9 Desember 2015 lalu
haruslah menjadi kesempatan untuk mengembalikan fungsi pemerintah sebagai pihak
yang paling bertanggungjawab dalam memenuhi kesejahteraan rakyat. Agar upaya mengembalikan
fungsi pemerintah itu dapat terjadi, maka kepada pemilih hendaknya mampu
memilih dengan cerdas dan istiqamah sesuai
dengan pilihan hati nuraninya. Dengan demikian, diharapkan mimpi birokrasi
bersih, bersahaja, dan pro-rakyat dapat segera terwujudkan.
0 comments