ilustrasi gambar: ekosaktiono33.student.umm.ac.id
Oleh: MHD. Zakiul Fikri
“Tidak ada buku yang tidak bermanfaat. Buku tidak ada istilah kadaluarsa. Buku adalah sumber ilmu seumur hidup.” (Dr. Suparman Marzuki, S.H., M.Si., 21 September 2013)
A. Ilmu dan
Pengetahuan
Ilmu adalah alat untuk mengetahui sesuatu, terutama tentang manusia,
berdasarkan pada pengalaman empiris. Pengalaman empiris yang dimaksud ialah
bentuk kelakuan nyata dari manusia. Ilmu haruslah bersifat ilmiah, dalam arti
bahwa ilmu tersebut harus; 1) masuk akal (akal sehat), 2) logis, dan 3) dapat
dibuktikan secara empiris. Dari pengertian itu, maka ilmu memiliki lima
unsur yang terdiri dari; 1) memiliki objek kajian, 2) memiliki metodelogis,
3) disusun secara sistematis, 4) bersifat dan berlaku universal,
dan 5) dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Ilmu sering pulang dikaitkan, bahkan, dipersama artikan
dengan pengetahuan. Padahal sejatinya kedua hal tersebut memanglah
berkaitan, tapi memiliki arti atau defenisi yang berbeda. Berbeda dengan ilmu,
pengetahuan tidak memiliki lima unsur, terutama dalam hal; objek riil,
metodelogis, dan sistematis. Pengetahuan hanyalah berupa
informasi tanpa pengalaman ilmiah (empiris). Sebagai contoh, X merupakan
mahasiswa baru di Yogyakarta, dia berasal dari Provinsi Riau. X memiliki teman
yaitu Y dan Z, mereka sama-sama mahasiswa baru di sebuah fakultas hukum. Y sama
dengan X, perantau dari Kalimantan. Sedang Z merupakan pemuda asli dari
Yogyakarta. Suatu hari Z berkata kepada Y, “Y, cobalah sesekali makan Gudeg,
makanan khas di Yogyakarta, rasanya enak lo, saya dan keluarga sering
memakannya”. Mendengar pernyataan Z, Y kemudian mengajak X untuk mencicipi
gudeg bersama, “X, ayok sesekali kita makan gudeg, kata Z gudeg itu enak”. Dari
penggalan cerita antara X, Y, dan Z ini, maka apa yang disampaikan oleh Y
kepada X tentang “kata Z gudeg itu enak” adalah merupakan pengetahun berupa
informasi belaka, bukanlah ilmu. Lain hal dengan apa yang disampaikan oleh Z
kepada Y, “Y, cobalah sesekali makan Gudeg, makanan khas di Yogyakarta, rasanya
enak lo, saya dan keluarga sering memakannya”, maka ini adalah ilmu, sebab ia
telah melalui proses ilmiah (empiris) berupa pengalaman sehingga dapat
dipertanggungjawabkan.
B. Pengertian
Hukum dan Kaidah Hukum
Pengertian hukum sangatlah beragam, sebab objek kajian
hukum bersentuhan dengan ranah sosial yang bersifat dinamis. Karena itu,
pengertian hukum pun berubah sesuai dengan perkembangan dan perubahan dinamika
sosial itu; baik dipengaruhi oleh situasi sosial politik, budaya, atau pun ekonomi.
Bahkan, para ahli hukum sekalipun memiliki pengertian terhadap hukum yang
berbeda. Hal ini terjadi akibat adanya perbedaan sudut pandang yang digunakan.
Dalam tulisan ini, hukum diartikan suatu aturan, kaidah, atau norma yang
mengatur kehidupan manusia sebagai pembatas antara hak dan kewajiban yang
bersifat memaksa dan memiliki sanksi
yang ditegakkan oleh penegak hukum atas peristiwa konkrit untuk mencapai suatu
keadilan. Dengan demikian, maka unsur-unsur hukum mencakup; 1) aturan,
norma, atau kaidah, 2) memuat hak dan kewajiban, 3) bersifat memaksa
dan mengatur, 4) memiliki sanksi, 5) dilaksanakan oleh badan-badan
resmi pemerintah, 6) peristiwa atau tingkah laku konkrit (niat tidak
bisa disebut suatu hukum, sampai niat tersebut dilakukan dalam tindakan nyata),
dan 7) adanya tujuan yang akan dicapai (harapan).
Manusia, di satu sisi, sebagai makhluk sosial tidak bisa
hidup sendiri (homo homini socius/ sosialis). Sedang di sisi lain,
manusia ingin bebas dalam mengekspresikan diri (homo homini lupus/
liberalis). Karena adanya dua kepribadian yang saling bertentangan ini
terjadilah konflik. Oleh sebab itu manusia membutuhkan kaidah-kaidah. Kaidah
ialah peraturan yang menentukan bagaimana manusia berprilaku dan
bersikap, mengenai patut atau tidak patut yang dilakukan oleh
manusia. Jadi, kaidah dapat dijadikan sebagai alat ukur tentang perilaku
manusia. Jenis-Jenis kaidah antara lain:
1) Kaidah Agama,
yakni kaidah yang berasal dari Tuhan. Kaidah ini membebani kepada manusia suatu
kewajiban yang apabila ditinggalkan akan mendapat sanksi berupa dosa;
2) Kaidah
Kesusilaan, yaitu suatu kaidah yang berasal dari pribadi manusia (individu).
Kaidah ini disebut berasal dari pribadi manusia dikarenakan bagi pelaku
kesusilaan, pribadinya sendiri yang akan menghukumnya, semisal timbulnya rasa
malu dan bersalah.
3) Kaidah
Kesopanan, ialah kaidah yang berasal dari manusia, tepatnya masyarakat. Disebut
berasal dari masyarakat karena setiap kumpulan masyarakat memiliki ukuran yang
berbeda dalam hal kesopanan, dan sanksi bagi pelanggarnya diberikan oleh
masyarakat. Tiap-tiap kelompok masyarakat memiliki sanksi yang berbeda bagi
pelaku penggar kaidah kesopanan.
4) Kaidah Hukum,
yaitu suatu kaidah yang berasal dari kekuasaan. Kaidah ini membebani kepada
individu, kelompok, atau pun subjek hukum lainnya hak dan kewajiban. Kedudukan
kaidah hukum dengan kaidah sosial lainnya adalah saling melengkapi antara satu
dan yang lain.
Suparman Marzuki ketika mengajar
kelas Pengantar Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia
menjelaskan bahwa kaidah hukum dapat dibagi menjadi dua, yaitu; kaidah hukum
tertulis dan kaidah hukum tidak tertulis
1. Kaidah hukum
tertulis (positive)
Kaidah hukum positive memiliki sifat, diantaranya:
a) tertulis;
b) empiris, yakni
berdasarkan peristiwa konkrit;
c) fakultatif,
yaitu tidak mengikat dan bersifat melengkapi;
d) imperatif, yakni
mengikat dan memaksa; dan
e) Sollen, yang seharusnya atau idealnya.
2. Kaidah hukum
tidak tertulis (adat)
Kaidah hukum adat ialah suatu hukum
yang terbentuk dari prilaku pribadi, kemudian menjadi prilaku masyarakat yang
dilakukan secara berulang-ulang, lalu atas dasar adanya kesepakatan kolektif
diakui dan dihormati sebagai suatu pedoman atau acuan yang tidak terbantahkan.
C. Subjek dan
Objek Hukum
Subjek Hukum ialah segala sesuatu yang menurut
hukum dapat memiliki hak dan kewajiban. Subjek hukum terdiri dari; 1) orang
(naturlijke person); dan 2) badan hukum (rechtsperson).
1) Orang (naturlijke
person), ialah seseorang yang kepadanya dibebani hak dan kewajiban dan
mampu melakukan perbuatan hukum serta dapat dimintai pertanggungjawaban hukum
atas perbuatannya tersebut. Pada dasarnya, setiap orang dapat dikatakan sebagai
subjek hukum yang bisa melakukan perbuatan hukum atau tindakan hukum dan dapat
dibebani hak dan kewajiban. Namun terdapat orang-orang tertentu yang tidak bisa
menjadi subjek hukum, mereka ialah:
a. bayi yang
menurut Pasal 2 KUHPerdata;
b. anak di bawah
umur menurut Pasal 2 KUHPerdata;
c. orang yang tidak
sehat akal, misalnya, pemabuk, penjudi, dan pemboros; dan
d. orang gila.
2. Badan Hukum (rechtsperson),
ialah suatu badan hukum perdata atau lembaga yang didirikan atas dasar hukum
dan disahkan oleh hukum yang memiliki tujuan tertentu. Misalnya, Perseroan Terbatas
(PT), Badan Usaha Milik Negara, Yayasan, dan Koperasi. Ridwan Khairandy
mengatakan, badan hukum adalah rekayasa manusia untuk membentuk suatu badan
yang memiliki status, kedudukan, kewenangan, yang sama seperti manusia, maka
badan ini disebut sebagai artificial person. Badan hukum merupakan
subjek hukum, karena itu ia merupakan badan independen mandiri dari pendiri,
anggota, atau penanaman modal tersebut. Badan hukum ini dapat melakukan
kegiatan bisnis atas nama dirinya sendiri seperti manusia. Dan ia memiliki
kewajiban-kewajiban hukum seperti halnya manusia.
Gambar: Sketsa subjek hukum dan perbuatan
hukum.
Objek Hukum merupakan suatu yang
berguna bagi subjek hukum dan dapat menjadi objek suatu hubungan hukum. Dalam
arti lain, objek hukum ialah suatu yang menimbulkan peristiwa hukum. Unsur-unsur
dari objek hukum ini yaitu; 1) sesuatu yang berguna bagi subjek hukum,
2) dapat menjadi objek hubungan hukum, dan 3) benda (baik itu
bergerak, tidak bergerak, berwujud, dan tidak berwijud). Hubungan hukum
yang dimaksud ialah suatu hubungan antara satu atau lebih subjek hukum yang
disebabkan adanya peristiwa atau perbuatan hukum tertentu. Contoh peristiwa
hukum seperti jual-beli, sewa-menyewa, pinjam-meminjam, menikah, dan
perceraian.
D. Sumber Hukum
Sumber hukum ialah segala atau apa saja yang menimbulkan
aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa dan memiliki sanksi
pagi pelanggarnya. Sumber hukum dapat ditinjau dari segi material dan formal.
1) Sumber hukum
materiil dapat pula
ditinjau dari berbagai sudut, missal dari sudut ekonomi, sejarah,
sosiologi, filsafat dan sebagainya.
a. seorang ahli
ekonomi akan mengatakan bahwa kebutuhan-kebutuhan ekonomi dalam masyarakatlah
yang menyebabkan timbulnya hukum.
b. seorang ahli
sosiologi (ilmu tentang masyakarat) akan mengatakan bahwa yang menjadi sumber
hukum ialah peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam masyarakat.
2) Sumber hukum
formiil antara lain
ialah:
a. Peraturan
perundang-undangan (statute),
ialah suatu peraturan negara yang mempunyai kekuatan hukum mengikat yang
diadakan dan dipelihara oleh penguasa negara. Syarat untuk berlakunya
undang-undang ialah diundangkan dalam Lembaran Negara (LN) oleh Sekretaris
Negara;
b. Kebiasaan (custom), yakni perbuatan
subjek hukum yang tetap dilakukan berulang-ulang oleh satu atau sekelompok
subjek hukum dalam hal yang sama sehingga lambat laun berkembang menjadi hukum
kebiasaan, contohnya kebiasaan yang menjadi adat istiadat;
c. Yurisprudensi, ialah keputusan hakim terdahulu
yang diikuti dan dijadikan sebagai dasar keputusan oleh hakim kemudian mengenai
masalah yang sama;
d. Traktat/Perjanjian
(treaty),
apabila dua subjek hukum mengadakan kata sepakat (konsensus) tentang suatu hal,
maka mereka itu mengadakan perjanjian. Hal inilah kemudian yang menimbulkan
hukum. Dalam kontek negara sebagai subjek hukum, Jika traktat dilakukan hanya
oleh dua negara, maka namanya adalah traktat atau perjanjian bilateral.
Jika traktat itu dilakukan oleh lebih dari dua negara, maka disebut perjanjian multilateral;
dan
e. Doktrin, yang dimaksud ialah pendapat para
sarjana hukum yang memiliki kekuasaan, kemampuan, dan pengaruh dalam
pengambilan keputusan oleh hakim. Misalnya, buku-buku ilmiah, artikel ilmiah,
pendapat ahli dan sebagainya.
E. Hak
Tidak ada seorang pun yang tidak
mempunyai hak, tetapi hak seseorang dalam hukum selalu terkait dan diikat oleh
hak orang lain. Van Apeldoorn menyatakan bahwak “hak” selalu tidak dapat
dipisahkan dengan istilah “hukum”. Dalam istilah Belanda keduanya disebut recht.
Karena itu ia membaginya ke dalam objektif recht dan subjektif recht.
Objektif recht ialah aturan hukumnya. Sedangkan subjektif recht ialah
yang diatur, inilah yang disebut hak. Subjektif recht timbul jika
objektif recht beraksi, karena objektif recht yang beraksi itu
melakukan dua pekerjaan; pada satu titik ia memberikan hak dan di lain pihak
meletakkan kewajiban.
E. Utrecht mengatakan bahwa hak ialah
kekuasaan, wewenang, yang oleh hukum diberikan kepada seseorang atau badan
hukum, dan yang menjadi sebaliknya adalah kewajiban orang atau badan hukum lain
untuk mengakui kekuasaan tersebut. Contoh, A menjual
sejumlah sepatu kepada B. A wajib menyerahkan sepatu itu kepada B tetapi ia
berkuasa, berwenang, meminta pembayaran oleh B tersebut. Sebaliknya, B wajib
membayar harga sepatu untuk mendapatkan sepatu tersebut, tetapi berkuasa
meminta sepatu sebanyak itu dari A.
F. Tujuan Hukum
Tujuan hukum berdasarkan beberapa
teori terdiri dari; Pertama, menurut teori etis, yakni
semata-mata untuk keadilan. Mengutip ungkapan Aristoteles, “substansi
hukum itu dilihat dari hati nurani”. Kedua, teori utinitas,
mengatakan bahwa hukum itu memberikan kebahagiaan kepada manusia (kemanfaatan).
Dan Ketiga, teori campuran, mengatakan bahwa tujuan hukum ialah
semata-mata untuk suatu kepastian hukum.
Gambar: Sketsa tujuan hukum.
G. Peristiwa
Hukum
Peristiwa hukum (rechtsfeit) yaitu peristiwa-peristiwa
kemasyarakatan dalam segala bentuk yang dilakukan oleh subjek hukum yang
menimbulkan akibat hukum. Jadi, unsur-unsur dari peristiwa hukum dapat diperhatikan pada gambar sketsa di
bawah:
Gambar: Sketsa
unsur-unsur peristiwa hukum (rechtsfeit).
Suatu perbuatan disebut sebagai
peristiwa hukum karena melahirkan akibat hukum yaitu berupa adanya hak dan
kewajiban hukum bagi masing-masing pihak. Perbuatan itu bisa disebabkan oleh
subjek hukum dan bisa pula bukan oleh subjek hukum. Lebih lanjut, dapat dilihat
dalam bentuk gambar di bawah ini.
Gambar: Sketsa peristiwa hukum oleh subjek
hukum dan bukan oleh subjek hukum.
Perbuatan subjek hukum terbagi kepada dua macam; yaitu perbuatan
hukum bersegi satu dan perbuatan hukum bersegi dua. Perbuatan hukum bersegi
satu (eenzijdig) ialah perbuatan hukum yang timbul oleh kehendak
satu subjek hukum, misalnya Surat Keputusan (SK) yang dikeluarkan oleh pejabat
tata usaha negara (pejabat pemerintahan) dan pembuatan wasiat. Perbuatan hukum
ini diatur dalam Pasal 875 KUHPerdata. Kemudian perbuatan hukum bersegi dua (tweezijdig)
ialah suatu perbuatan hukum yang timbul oleh dua atau lebih subjek hukum,
contohnya perjanjian dan konsensi.
1 comments
asyik, dapat ilmu gratis
ReplyDelete